dunia milenial

Saturday, November 17, 2018

Sejarah Singkat GmnI (Gerakan mahasiswa nasional Indonesia)


SEJARAH SINGKAT
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA
lahir sejak 
Awal bulan September 1953,
berdiri sejak
Tanggal 22 Maret 1954
SEJARAH SINGKAT GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI)
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, atau disingkat GMNI, lahir sebagai hasil proses peleburan 3 (tiga) organisasi mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme Ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi itu ialah:
1. GERAKAN MAHASISWA MARHAENIS, berpusat di Jogjakarta
2. GERAKAN MAHASISWA MERDEKA, berpusat di Surabaya
3. GERAKAN MAHASISWA DEMOKRAT INDONESIA, berpusat di Jakarta.
Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seazas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positip.
Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:
1. Setuju untuk melakukan fusi
2. Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi bernama "Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia " (GMNI).
3. Azas organisasi adalah: MARHAENISME ajaran Bung Karno.
4. Sepakat mengadakan Kongres I GMNI di Surabaya, dalam jangka waktu enam bulan setelah pertemuan ini.
Para pimpinan tiga organisasi yang hadir dalam pertemuan ini antara lain:
1. Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka:
- SLAMET DJAJAWIDJAJA
- SLAMET RAHARDJO
- HERUMAN
2. Dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis:
- WAHYU WIDODO
- SUBAGIO MASRUKIN
- SRI SUMANTRI MARTOSUWIGNYO
3. Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia:
- S.M. HADIPRABOWO
- DJAWADI HADIPRADOKO
- SULOMO
PENTING: Baca Pidato SM. Hadiprabowo di Kongres V Salatiga 1969
Hasil kesepakatan tersebut, akhirnya terwujud.Dengan direstui Presiden Sukarno, pada tanggal 22 Maret 1954, dilangsungkan KONGRES I GMNI di Surabaya. Momentum ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi GMNI (Dies Natalis) yang diperingati hingga sekarang. Adapun yang menjadi materi pokok dalam Kongres I ini, selain membahas hasil-hasil kesepakatan antar tiga pimpinan organisasi yang ber-fusi, juga untuk menetapkan personil pimpinan di tingkat pusat.
Sehubungan dengan banyak persoalan yang sebenarnya belum terselesaikan dalam forum Kongres I, maka dua tahun kemudian (1956), GMNI kembali menyelenggarakan KONGRES II GMNI di Bandung, dengan pokok persoalan di seputar masalah konsolidasi internal organisasi. Sebagai hasil realisasi keputusan Kongres II ini, maka Organisasi cabang GMNI mulai tertata di beberapa kota.
Akibat dari perkembangan yang kian meningkat di sejumlah basis organisasi, tiga tahun setelah Kongres II, GMNI kembali menyelenggarakan KONGRES III GMNI di Malang tahun 1959, yang dihadiri sejumlah Utusan cabang yang dipilih melalui Konperensi Cabang masing-masing. Berawal dari Kongres III ini, GMNI mulai meningkatkan kiprahnya, baik dalam lingkup dunia perguruan tinggi, maupun ditengah-tengah masyarakat.
Dalam kaitan dengan hasil Kongres III ini, masih pada tahun yang sama (1959) GMNI menyelenggarakan Konperensi Besar GMNI di Kaliurang Jogjakarta, dan Presiden Sukarno telah berkenan ikut memberikan Pidato Sambutan yang kemudian dikenal dengan judul "Hilangkan Steriliteit Dalam Gerakan Mahasiswa !".
Untuk lebih memantapkan dinamika kehidupan pergerakan GMNI, maka direncanakan pada tahun 1965 akan diselenggarakan Kongres V GMNI di Jakarta. Namun Kongres V tersebut gagal terlaksana karena gejolak politik nasional yang tidak menentu akibat peristiwa G30S/PKI. Kendati demikian, acara persiapannya sudah sempat direalisiir yakni Konperensi besar GMNI di Pontianak pada tahun 1965. Dalam Konferensi besar ini telah dihasilkan kerangka Program Perjuangan, serta Program Aksi bagi Pengabdian Masyarakat.
Dampak peristiwa G30S/PKI bagi GMNI sangat terasa sekali, sebab setelah peristiwa tersebut, GMNI dihadapkan pada cobaan yang cukup berat. Perpecahan dalam kubu Front Marhaenis ikut melanda GMNI, sehingga secara nasional GMNI jadi lumpuh sama sekali. Di tengah hantaman gelombang percaturan politik nasional yang menghempas keras, GMNI mencoba untuk bangkit kembali melakukan konsolidasi. Terlaksana KONGRES V GMNI di Salatiga tahun 1969 (yang seharusnya di Jakarta tetapi gagal dilaksanakan). Namun Kongres V ini tetap belum bisa menolong stagnasi organisasi yang begitu parah.
Namun demikian kondisi ini tampaknya telah membangkitkan kesadaran kesadaran baru dikalangan warga GMNI, yakni kesadaran untuk tetap bergerak pada kekuatan diri sendiri, maka mulai 1969, thema "Independensi GMNI" kembali menguasai lam pikiran para aktivis khususnya yang berada di Jakarta dan Jogjakarta. Tuntutan Independensi ini mendapat reaksi keras, baik dari kalangan Pimpinan Pusat GMNI maupun dari PNI/Front Marhaenis. Tuntutan independensi ini sebenarnya merupakan upaya GMNI untuk kembali ke "Khittah" dan "Fitrah" nya yang sejati. Sebab sejak awal GMNI sudah independen. Tuntutan ini sesungguhnya sangat beralasan dan merupakan langkah antisipasi, sebab tidak lama kemudian terjadi restrukturisasi yang menyebabkan PNI/FM berfusi kedalam PDI.
Setelah gejolak politik reda GMNI kembali memanfaatkan momentum tersebut untuk membangun kembali organisasinya. Dilaksanakan KONGRES VI GMNI di Ragunan-Jakarta tahun 1976, dengan thema pokok: "Pengukuhan Independensi GMNI serta Konsolidasi Organisasi". Hal lain yang patut dicatat dalam Kongres VI ini adalah penegasan kembali tentang Azas Marhaenisme yang tidak boleh dicabut oleh lembaga apapun juga, serta perubahan model kepemimpinan kearah kepemimpinan kolektif dalam bentuk lembaga Presidium.
Selain itu, Kongres VI mempunyai arti tersendiri bagi GMNI, sebab mulai saat itu telah terjadi regenerasi dalam keanggotaan GMNI, yang ditandai dengan munculnya sejumlah pimpinan basis dan cabang dari kalangan mahasiswa muda yang tidak terkait sama sekali dengan konflik internal PNI/FM di masa lalu.
Mengingat persoalan konsolidasi meliputi berbagai aspek, maka masalah yang sama dibahas pula dalam KONGRES VII GMNI di Medan tahun 1979. dalam Kongres VII ini kembali ditegaskan bahwa: Azas organisasi tidak boleh diubah, Independensi tetap ditegakkan, dan konsolidasi organisasi harus seimbang dengan konsolidasi ideologi.
Titik cerah bagi GMNI yang mulai bersinar di tahun 1979 ternyata tidak berlangsung lama. Intervensi kekuatan diluar GMNI, yang memang menginginkan GMNI lemah, dengan berpadu bersama 'interest pribadi' segelintir oknum pimpinan GMNI, telah mengundang malapetaka terhadap organisasi mahasiswa ini.
Kongres VIII GMNI yang sedianya akan diselenggarakan di Jogjakarta mengalami kegagalan karena diprotes oleh sejumlah cabang (Jakarta, Medan, Malang, Manado, Bandung, dan lain-lain), karena tercium indikasi kecurangan untuk memenangkan aspirasi pihak luar dalam Kongres VIII itu. tetapi usaha filtrasi dan perlemahan GMNI tetap berlangsung sewaktu KONGRES VIII GMNI di Lembang-Bandung tahun 1982.
Hanya dengan pengawalan ketat dari aparat negara Kongres VIII tersebut bisa berlangsung, dan dimenangkan oleh segelintir oknum pimpinan GMNI tadi, namun dampaknya bagi organisasi sangat besar sekali. Presidium GMNI hasil Kongres VIII terpecah-belah, dan disusul perpecahan berangkai semua cabang. Program Kaderisasi, regenerasi akhirnya macet total.
KONGRES IX GMNI di Samarinda tahun 1985 gagal menampilkan wajah baru dalam struktur kepemimpinan GMNI, disamping kegagalan dalam proses pembaharuan pemikiran seta operasioniil program.  Perpecahan ini akhirnya menjalar ke berbagai struktur organisasi dan mencuat dalam KONGRES X GMNI di Salatiga tahun 1989, yang diwarnai kericuhan fisik. Dampak dari kegagalan regenerasi dan kaderisasi Kongres X akhirnya hanya menampilkan wajah lama dalam struktur kepemimpinan GMNI.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, para oknum pimpinan GMNI di tingkat Pusat terjebak dengan kebiasaan saling "pecat-memecat". Identitas sebagai organisasi perjuangan menjadi luntur, sebab yang lebih menonjol justru perilaku sebagai "birokrat GMNI". untuk mempertahankan status quo, dan sekaligus untuk melestarikan budaya tadi, oknum-oknum pimpinan pusat mulai mengintrodusiir apa yang disebut "Komunitas Baru GMNI" yang ditetapkan melalui deklarasi Jayagiri. Inilah cobaan yang terberat dihadapi GMNI. Sebab organisasi ini tidak hanya terperangkap dalam konflik kepentingan perorangan yang bersifat sesaat, tetapi juga mulai mengalami erosi idealisme, serta kegersangan  kreativitas dan inovasi.
Secara nasional formal, kesadaran untuk memperbaiki arah perjuangan tampaknya belum muncul. Pada KONGRES XI GMNI di Malang tahun 1992, kejadian di Salatiga kembali terulang. Sementara suara-suara cabang yang menuntut otonomi semakin nyaring dan meluas. Kondisi ini kemudian melahirkan format baru dalam tata hubungan antar kader pejuang pemikir-pemikir pejuang yakni: hubungan kejuangan yang bersifat personal-fungsional. Sebab hubungan formal-institusional tidak efektif lagi. "Perlawanan" cabang-cabang kembali dilakukan di KONGRES XII GMNI di Denpasar Bali tahun 1995, tetapi keberhasilan hanya pada tingkatan materi program. Dimana kemudian dikenal dan dimunculkan kembali di AD/ART mengenai Azas perjuangan "Sosialis Religius - Progressif Revolusioner" yang membuat banyak pihak terkejut-kejut, tetapi 'kekalahan' terjadi pada pertempuran perebutan pimpinan nasional yang kembali di-warnai oleh intervesi 'orang-orang lama' GMNI. Isu money-politics sangat kental di forum Kongres XII ini.
Disaat cabang-cabang kembali mulai menata diri, perpecahan kembali melanda Presidium hasil Kongres XII Bali, saling boikot dan intrik menjadi makanan utama sehari hari di sekretariat pusat GMNI Wisma Marinda. Pada saat itu cabang-cabang tidak ambil pusing dengan tetap bergerak menguatkan garis ideologi yang mulai kurang tersentuh. Dimulai dengan dialog dan pembongkaran wacana mengenai Marhaenisme di Jogja dan kemudian dilanjutkan di Surabaya 14-17 Juli 1998. cabang-cabang semakin memantapkan hubungan dengan tidak menghiraukan perpecahan yang terjadi di tingkat pusat. Ketika terjadi pergerakan massiv mulai Mei 1998, cabang-cabang dapat 'berbicara banyak' di tingkat kota masing-masing, tetapi tidak begitu halnya dengan GMNI di tingkat nasional. Perubahan politik di tingkat nasional rupanya semakin 'tidak menyadarkan pimpinan GMNI'. Perpecahan ini memuncak saat beberapa oknum pimpinan GMNI ikut mendaftarkan diri menjadi calon legislatif PDI Perjuangan. Cabang-cabang bereaksi keras dengan menarik dukungannya terhadap pimpinan nasional saat itu.
Kongres XIII GMNI yang sedianya dilaksanakan di Kupang-NTT mendapatkan protes keras dari cabang-cabang karena prosesnya yang tidak konstitusionil dan penuh rekayasa; termasuk perilaku 'saling membubarkan' efek dari perpecahan Presidium. Akhirnya Kongres tersebut terselenggara dengan diboikot 19 cabang antara lain Medan, Bandung, Jogjakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Jember, Malang, Denpasar, Pontianak, Manado dll.
Perlawanan cabang-cabang atas tegaknya konstitusi GMNI terus diusahakan, lewat pertemuan-pertemuan antar Pimpinan Cabang di Malang, Surabaya, Jember, Semarang hingga Lokakarya Nasional GMNI di Solo Januari 2000 yang menghasilkan draft pemikiran pembaharuan GMNI untuk kembali ke azas Marhaenisme dan mencanangkan diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) GMNI untuk menjembatani segala perpecahan yang ada. KLB GMNI, Februari 2001, dipenuhi nuansa / keinginan untuk pembaharuan oleh DPC-DPC. Semangat itu terakumulasi lewat rekomendasi untuk "rekonsiliasi" dengan kelompok "kupang". Pelan tapi pasti, semoga GMNI tetap jaya....!! Hubungan interpersonal antar aktivis GMNI di cabang-cabang semakin erat dan muncul kerinduan kembali akan "Nilai Dasar Perjuangan" yang selama ini ditinggalkan.
Sanggupkah GMNI meraih kembali momentum yang jaya gemilang..?. Perjuangan kita bersama yang akan menjawabnya.(end)
AZAS DAN DOKTRIN PERJUANGAN GMNI
Azas GmnI
AZAS MARHAENISME yaitu Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Motto Perjuangan GmnI
Motto perjuangan GMNI adalah PEJUANG PEMIKIR-PEMIKIR PEJUANG Yang memiliki arti Pejuang Rakyat yang selalu memikirkan perjuangan dan kelanjutan perjuangannya dan pemikir (intelektual) yang selalu mengabdikan ilmunya untuk perjuangan rakyat sepenuhnya.
Pengertian Dasar GMNI
GMNI lahir dengan identitasnya yang hakiki sebagai Organisasi Kader dan Organisasi Perjuangan yang berlandaskan ajaran Soekarno. Karena itu, dalam aktivitasnya terdapat prinsip-prinsip perjuangan yang harus tetap melekat dalam tubuh GMNI dan menjadi dasar perjuangan GMNI, yakni :
a). GMNI berjuang untuk rakyat,
b). GMNI berjuang bersama-sama rakyat.
1). Makna “Gerakan” Dalam nama GMNI
GMNI adalah organisasi Gerakan, yang dilakukan oleh sekelompok manusia dengan status “Mahasiswa”, oleh karena itu GMNI disebut juga sebagai “Student Movement”. Gerakan yang dimaksud adalah suatu upaya atau tindakan yang dilakukan secara terencana dengan tujuan melakukan pembenahan/pembaharuan yang meliputi semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, untuk mencapai tujuan perjuangan.
2). Makna “Mahasiswa” Dalam GMNI
GMNI sebagai organisasi mahasiswa sehingga yang dapat menjadi anggota GMNI adalah mereka yang berstatus mahasiswa. Namun demikian, bahwa mahasiswa yang menjadi anggota GMNI adalah mereka yang menyetujui tujuan dan cara perjuangan GMNI.
3). Makna “Nasional Dalam GMNI
GMNI adalah organisasi yang berlingkup nasional. Artinya, bukan organisasi kedaerahan, keagamaan, kesukuan, atau golongan yang bersifat terbatas dan sempit. Makna nasional juga mengandung pengertian bahwa perjuangan GMNI bersifat Kebangsaan/Nasionalisme
4). Makna “Indonesia” Dalam GMNIGMNI adalah organisasi yang berkedudukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan oleh karenanya, GMNI bertugas dan bertanggung jawab serta mengutamakan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan seluruh elemen pembentuknya terutama kaum Marhaen. “Indonesia” dalam GMNI juga bermakna sebagai simbol identitas GMNI yang berangkat dari proses kebangsaan Indonesia.
5). Makna “Huruf” pada Penulisan GMNI
Huruf “G” dan “I” pada GMNI dengan huruf besar, bahwa aspek Gerakan Indonesia menjadi bagian yang ditonjolkan oleh GMNI.
Huruf “m” dan “n” pada GMNI dengan huruf kecil, dalam posisi sejajar sama tinggi dengan huruf lainnya adalah identitas/sifat GMNI sebagai organisasi mahasiswa yang berfaham kebangsaan (Sosio Nasionalisme), seperti yang diajarkan oleh Bung Karno. Catatan : dalam hal surat menyurat singkatan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ditulis dalam huruf kapital, yakni GMNI.
6). GMNI sebagai Organisasi Perjuangan
Sebagai organisasi perjuangan, maka dalam setiap anggota GMNI melekat jiwa, roh dan semangat sebagai pejuang. GMNI mengutamakan perjuangan yang terorganisir, dan sebagai mahasiswa Marhaenis yang progresif dan revolusioner, GMNI berjuang secara non kooperatif dengan memakai metode machtsvorming dan machtsaweding.
7). GMNI sebagai Organisasi Kader
Sebagai organisasi kader, GMNI sekaligus sebagai organisasi massa, artinya GMNI merupakan wadah pembinaan kader bangsa dan bertugas untuk mempersiapkan kader yang berkualitas dan potensial untuk mengabdi pada bangsa dan negara. Namun kualitas tersebut berkorelasi secara positif dengan kuantitas kader.
8). Tujuan Perjuangan GMNI
Sebagai organisasi perjuangan maka tujuan perjuangan GMNI adalah mewujudkan Indonesia yang berdaulat dibidang Politik, berdikari dibidang Ekonomi dan berkepribadian dalam Budaya. Dan hal itu bisa dicapai apabila Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Nation And Character Building
9). GMNI Bersifat Independen
GMNI adalah organisasi yang bersifat independen dan berwatak kerakyatan. Artinya, GMNI tidak berafiliasi pada kekuatan politik manapun, dan berdaulat penuh dengan prinsip percaya pada kekuatan diri sendiri. Independensi GMNI tidak berarti netral, sebab GMNI senantiasa proaktif dalam perjuangannya sesuai dengan asas dan doktrin perjuangan yang dimiliki. Namun demikian, GMNI tidak independen dari kaum marhaen dan kepentingan kaum marhaen
10). Asas dan doktrin perjuangan GMNI
Sebagai organisasi perjuangan dan organisasi kader, GMNI mempunyai asas dan doktrin Perjuangan yang menjadi landasanserta penuntun arah perjuangan GMNI. Adapun asas dan doktrin perjuangan GMNI adalah;
a. Pancasila 1 Juni 1945, yaitu;
1. Kebangsaan atau Nasionalisme
2. Kemanusiaan atau Internasionalisme
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Pembukaan UUD 1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.”
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam satu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, serta mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penjelasan :
Pada pembukaan UUD 1945, beberapa hal yang perlu dipahami dan dimaknai seluruh anggota GMNI adalah :
- Bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa atas dasar kemanusiaan dan keadilan maka            penjajahan diatas dunia harus dihapuskan.
- Bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang hakiki seperti yang dicita-citakan para      founding father masih belum tercapai, sehingga revolusi belum selesai.

- Pemerintahan Negara Indonesia sebagai cara untuk mencapai cita-cita perjuangan seperti tersarikan dalam preambule UUD’45 tersebut.
c. Marhaenisme, yaitu :
- Sosio Nasionalisme, yang berarti GMNI berfaham nasionalisme, tapi nasionalisme yang memiliki watak sosial, nasionalisme yang ditempatkan diatas nilai-nilai kemanusiaan.
-Sosio Demokrasi, bahwa GMNI menghendaki demokrasi yang memiliki watak sosial artinya          demokrasi politik, tapi juga demokrasi ekonomi, bukan demokrasi cangkokan yang tidak           sesuai dengan akar sejarah dan budaya masyarakat Indonesia. Tapi demokrasi yang   menyelamatkan seluruh kaum marhaen.
- Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa GMNI meyakini akan existensi Tuhan, anggota GMNI adalah            manusia yang theis.
d. Pancalogi GMNI, yang terdiri dari :
1. Ideologi ; artinya perjuangan setiap anggota GMNI harus berlandaskan pada ideologi yang           dianutnya, yakni Marhaenisme. Ideologi merupakan acuan dasar pokok dalam perumusan       format dan pola operasional pergerakan.
2. Revolusi : artinya perjuangan setiap anggota GMNI harus berorentasi pada perubahan nilai-nilai   kemasyarakatan dan susunan masyarakat secara revolusioner. Untuk mencapai tujuan            perjuangan. Revolusi bukan berarti pertumpahan darah, dengan cara kekerasan tetapi jauh           lebih    subtansi, perubahan cara pandang, revolusi pikiran, perubahan secara mendasar.
3. Organisasi : artinya perjuangan GMNI adalah perjuangan yang terorganisir yang dilakukan secara                       sadar, sesuai dengan ideologi GMNI.
4. Studi : artinya sebagai organisasi mahasiswa maka titik berat perjuangan GMNI terletak pada                    aspek study dalam rangka meningkatkan bobot intelektualitas, Amanat Penderitaan Rakyat          harus menjadi focus pelaksanaan study.
5. Integrasi : artinya perjuangan GMNI senantiasa tidak terlepas dari perjuangan rakyat semesta.     Setiap anggota GMNI harus selalu mengambil posisi ditengah-tengah rakyat yang berjuang   dan berjuang bersama-sama mereka.
ATRIBUT ORGANISASI
GMNI
Sebagai satu organisasi GMNI mempunyai sejumlah Atribut Organisasi, yang berfungsi sebagai:
1.      Alat untuk membangkitkan semangat Korps dan sekaligus sebagai alat untuk menggambarkan Nilai-Nilai Dasar yang terkandung dalam Doktrin Perjuangan GMNI.
2.      Sarana untuk mengenalkan diri kepada pihak lain.
Atribut GMNI terdiri dari:
Panji/bendera GMNI, Lambang/Simbol GMNI, Logo GMNI, Jaket GMNI, Peci GMNI, Mars GMNI, Hymne GMNI, Motto GMNI
1. Panji/bendera GMNI
Panji/Bendera GMNI berbentuk empat persegi, dengan komposisi warna MERAH - PUTIH - MERAH, tegak vertikal, perbandingan tiap warna masing-masing 1/3 (satu per tiga) dari panjang Panji/Bendera.
Lebar Bendera 2/3 (dua per tiga) dari ukuran Panjang. Pada dasar Putih, terdapat lukisan lambang GMNI (Bintang Merah beserta Kepala Banteng Hitam), serta dibawah bintang tertulis logo GMNI.
(Khusus Panji):
Panjang 100 cm, Lebar 90 cm, pada tiap pinggir dilengkapi dengan rumbai berwarna Kuning Emas, panjang rumbai 10 cm. Selain itu Panji dilengkapi dengan tongkat Panji dan Tali hias warna Kuning. Panjang tongkat 2 meter dengan warna kayu asli.
Lebih lengkap tentang fisik Panji/bendera lihat peraturan organisasi mengenai Panji/Bendera.
2. Lambang/Simbol GMNI
Lambang GMNI berbentuk Perisai bersudut enam, atau tiga sudut diatas, dan tiga sudut dibagian bawah. Komposisi warna dua bidang Merah mengapit bidang Putih, tegak vertikal. Di tengah perisai terdapat lukisan Bintang Merah dengan Kepala Banteng Hitam sebagai pusat. Dibawah Bintang terdapat logo GMNI.
Makna yang terkandung:
-          Tiga Sudut atas Perisai melambangkan Marhaenisme
-          Tiga Sudut bawah Perisai melambangkang Tri Dharma Perguruan Tinggi
-          Warna Merah berarti Berani, warna Putih berarti suci. Makna komposisi: Keberanian dalam menegakkan Kesucian.
-          Bintang melambangkan ketinggian cita-cita, serta keluhuran budi.
-          Kepala Banteng melambangkan Potensi rakyat Marhaen. Warna Hitam melambangkan keteguhan pendirian dalam mengemban tugas perjuangan.
3. Logo GMNI
Logo GMNI berbentuk tulisan yang terdiri dari empat huruf yaitu huruf "G", "M", "N", "I" dengan komposisi sebagai berikut:
-          Huruf "G" yaitu kependekan dari kata "GERAKAN" ditulis dalam huruf Kapital (huruf besar)
-          Huruf "M" yaitu kependekan dari kata "MAHASISWA" ditulis dalam huruf kecil.
-          Huruf "N" yaitu kependekan dari kata "NASIONAL" ditulis dalam huruf kecil.
-          Huruf "I" yaitu kependekan dari kata "INDONESIA" ditulis dalam huruf Kapital (huruf besar)
Penulisan tadi mengandung makna bahwa, Aspek GERAKAN dan INDONESIA merupakan elemen pokok yang harus ditonjolkan oleh organisasi GMNI, sementara aspek MAHASISWA dan NASIONAL hanya menunjukkan predikat yang mempertegas keberadaan organisasi GMNI.




4.      Jaket GMNI
Jaket GMNI berwarna MERAH DARAH, dengan model "Sukarno Look". Pada kantong kiri depan terpasang Lambang GMNI, dan diatas kantong kanan depan terpasang identitas lokasi. Kelengkapan lainnya seperti tanda jabatan, dan lain-lain dipasang sesuai ketentuan organisasi.
5. Peci GMNI
Peci GMNI berwarna HITAM dengan Strip merah di tengahnya, tutup atas juga berwarna merah, pada bagian depan sebelah kiri dipasang lencana (pin) GMNI.
6. Mars GMNI
Mars GMNI adalah modifikasi dari lagu "Marhaen Bersatu", dengan syair yang disesuaikan dengan identitas GMNI. Syair lagu tersebut adalah sebagai berikut:
Mahasiswa Indonesia
Bersatulah Segera
Di dalam satu barisan
anti kemiskinan
dalam satu barisan
serasa sama bahagia
Berjuang secara dinamis
di dalam Front Marhaenis
Reff.
Bersama buruh tani, bersama GMNI
Abdi rakyat sejati
Bersatulah segera
Mahasiswa Indonesia
7. Hymne GMNI
lagu dan lirik : Eros Djarot
Kami pemuda Indonesia, putra-putri sang fajar
Merah warna darahku, putih warna tulangku
bersih jernih jiwa kita
Kami mahasiswa Indonesia, cinta rakyat merdeka
siap rela berkorban sepenuh jiwa raga
demi nusa dan bangsa
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
Pejuang Pemikir yang tetap setia
Mengawal Pancasila hingga akhir hayatnya
GMNI.., GMNI.., Jaya...!
8. Motto GMNI
Motto GMNI adalah " PEJUANG PEMIKIR-PEMIKIR PEJUANG ",

HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA GMNI
1.      Anggaran Dasar
BAB VI
KEANGGOTAAN
Pasal 6
(1)   Anggota GMNI adalah mahasiswa warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menerima dan menyetujui Azas, Tujuan, Sifat, Motto, dan Usaha Organisasi serta memenuhi dan menerima syarat-syarat yang telah ditetapkan.
(2)   Syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 7
HAK DAN KEWAJIBAN KEANGGOTAAN
(1)   Hak-hak anggota :
a.       Hak bicara dan hak suara
b.      Hak memilih dan dipilih
c.       Hak membela diri
d.      Hak mendapatkan perlindungan dari organisasi
(2)   Kewajiban anggota :
a.       Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Peraturan serta Disiplin organisasi.
Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi, aktif melaksanakan program dan kegiatan organisasi.
2.      Anggaran Rumah Tangga
Pasal 4
HAK-HAK ANGGOTA
(1)   Hak suara dan hak bicara dalam rapat-rapat dan permusyawaratan organisasi selama tidak ada ketentuan lain yang mengatur hal tersebut.
(2)   Memilih dan dipilih dalam segala jabatan organisasi selama tidak ada ketentuan lain yang mengatur hal tersebut.
(3)   Bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usul kepada pimpinan secara langsung, baik lisan maupun tertulis berkaitan dengan kebijakan organisasi.
(4)   Melakukan pembelaan diri dalam Kongres terhadap pemecatan sementara.
(5)   Mendapat perlidungan organisasi sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kebijakan organisasi.
Pasal 5
KEWAJIBAN ANGGOTA
(1)   Mentaati Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) , peraturan dan keputusan serta ketentuan lainnya dalam organisasi.
(2)   Menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik organisasi.
(3)   Aktif melaksanakan tujuan, usaha dan program-program organisasi tanpa terkecuali.
(4)   Membayar uang iuran anggota yang besarnya ditetapkan melalui kebijaksanaan DPC.

Berikut tata urutan peraturan organisasi disusun secara hierarki :

1.      Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
2.      Ketetapan Kongres
3.      Keputusan Rapat Pimpinan Nasional
4.      Peraturan Dewan Pimpinan Pusat
5.      Keputusan Dewan Pimpinan Pusat
6.      Intruksi Dewan Pimpinan Pusat
7.      Ketetapan Konferensi Daerah
8.      Ketetapan Rapat Pimpinan Daerah
9.      Keputusan Dewan Pimpinan Daerah
10.  Ketetapan Konferensi Cabang
11.  Ketetapan Rapat Pimpinan Cabang
12.  Keputusan Dewan Pimpinan Cabang
13.  Ketatapan Musyawarah Komisariat
14.  Keputusan Dewan Pengurus Komisariat.

Demikian   untuk   dijewantahkan.



No comments:

Post a Comment

Tugas PENGANTAR REKAYASA INFRASTRUKTUR DAN LINGKUNGAN “PENGELOLAAN AIR LIMBAH” PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR DAN LINGKUNGAN JURUSAN ...